Pertengahan Agustus 2014 lalu, tablet murahan saya
berdering. Sebuah panggilan masuk dari mantan atasan saya di Banten Muda, Kang
Irvan Hq. Seingat saya, sudah lama sekali saya tidak berkirim kabar kepada
beliau pascapindah bekerja ke perusahaan fabrikasi di Cilegon dulu. Lagi pula,
setahu saya, Kang Irvan dipindahtugaskan oleh perusahaannya ke Lampung.
Dalam sapaan singkat, beliau mengundang saya untuk
ngobrol. Saya penuhi undangan terhormat itu.
“Lagi pulang ke Serang, Kak? Katanya sekarang tugas
di Lampung, ya?” saya membuka obrolan dengan Ketua Umum Banten Muda Community
itu—yang sudah seperti kakak saya sendiri.
Kang Irvan bertanya perihal kuliah saya (yang alhamdulillah
waktu itu tinggal sidang Tugas Akhir), juga tentang kesibukan saya yang
serabutan. Ya, kebetulan waktu itu saya masih aktif di Kremov Pictures, juga
jadi volunteer di Dompet Dhuafa cabang Banten untuk mengisi waktu luang sampai
wisuda. Lalu setelah lulus, baru akan mencari pekerjaan tetap di Jakarta,
mengejar cita-cita untuk bekerja sesuai kecintaan saya. Seperti itu rencana
yang saya susun waktu itu.
“Bikin Banten Muda versi website, yuk!” seru Kang
Irvan, usai beliau bercerita tentang pekerjaannya dan tentang tabloid Banten
Muda yang harus berhenti terbit lantaran beliau sering bolak-balik Serang-Lampung—membuat
tabloid yang “dilahirkannya” pada 2007 lalu itu “kurang perhatian”.
Saya setuju. Paling tidak, Banten Muda tetap
berwujud di dunia maya. Lagi pula, setahu saya, banyak sekali media cetak yang
telah bertransformasi dari media konvensional menjadi media online. Seperti yang terjadi di Amerika, Tempo.co memberitakan bahwa sekitar 40 koran di
Amerika menghadapi kebangkrutan dan tidak mampu bertahan dalam versi cetak.
Seperti majalah Newsweek yang setelah 80 tahun menyebarkan berita di
Amerika Serikat, harus mengakhiri edisi cetaknya pada akhir
tahun 2012. Ada pula surat kabar Tribune Co, The New York Times, majalah Reader's
Digest, dan si raksasa Rocky Mountain
News ikut mengisi daftar media yang gulung tikar.
Hal serupa pun terjadi di dalam negeri kita sendiri. Beberapa majalah dan
tabloid yang pernah menemani masa remaja saya turut hilang di loper koran
langganan saya. Majalah Annida, Aneka Yess!, tabloid Gaul, Top Idol Indonesia, juga
majalah Story yang pernah “melahirkan” saya itu. :(
Ya..., tentu saja saya paham, tanpa iklan, media mau hidup dari mana?
Ongkos produksi mau dibayar pakai apa? Dan karyawan mau digaji dari mana?
Saya mendukung niat Kang Irvan untuk menggarap
Banten Muda versi online. Mendukung penuh! Kenapa?
Dengan pekerjaan Kang Irvan yang demikian menyita
waktu, media online memberikan solusi agar semangat “berkarya dan berbagi
inspirasi” beliau tetap terwadahi. Terus tersalurkan.
Ongkos produksi media online jauh lebih murah, juga
whole package alias multimedia capability. Selain teks, tentunya bisa memuat moving
image, suara, dan video. Media online juga dapat dibaca kapan saja dan di mana
saja, menjangkau seisi dunia pula. Kapasitasnya juga tidak terbatas, gampang
diedit kalau ada salah ketik, gampang di-share, sangat dapat dibaca sambil tidur atau waktu
mati lampu di malam hari, dan tidak membutuhkan karyawan yang banyak. Berita
dan artikel pun bisa diproduksi sambil nongkrong di toilet kafe. Sesederhana dan
semenyenangkan itu! (Dan memang media seperti itu, bukan, yang tengah dibutuhkan oleh generasi saat ini?)
Obrolan berakhir dengan kesepakatan untuk melahirkan
Banten Muda versi online. Tapi siapakah yang akan dimintai pertolongan untuk
mewujudkan rencana ini selain Allah Swt?
Diam.
Kang Irvan bertanya, tepatnya menawarkan…, “Iwan kan
sering ngeblog, tuh. Pasti bisalah urusin website. Waktu luangnya masih banyak,
kan?”
Saya diam aja.
Hmmm, baiklah. Tak kuasa rasanya melihat semangat
yang demikian menyala di mata “kakak” saya itu tiba-tiba harus redup. Bukan!
Bukan karena saya merasa yang paling pantas mengurus Banten Muda online, apalagi
merasa yang paling bisa mewujudkan keinginan Kang Irvan itu. Tapi ini adalah tentang amanah besar yang beliau berikan dan percayakan pada saya. Saya tidak punya
pilihan jawaban lain selain “Siaap, Jendral!”
Proses pembuatan website rupanya memakan waktu yang
lumayan lama. Menyusun rubrikasi (kanal/channel dalam istilah media online),
membuat sitemap, mengurus persyaratan melahirkan perusahaan media yang
diwajibkan pemerintah, pemilihan font, tampilan website, dan kesepakatan nama dan logo ada baiknya diperbarui. Jadilah, setelah 6 bulan diutak-atik, Banten Muda
versi online lahir dengan wajah yang baru dan lebih interaktif dibanding
kakaknya yang pernah saya urus (blog Banten Muda).
biem.co, adalah wujud Banten Muda (BM dibaca bi-em)
dalam semangat kekinian. Hari ini, tak hanya orang Banten yang bisa membaca Banten
Muda dengan sangat mudahnya. biem.co bisa menyebarkan inspirasinya ke berbagai
tempat di belahan dunia.
So, Kawan-kawan hebat di luar sana, yang saya tahu,
pasti mempunyai keinginan untuk bercerita, untuk bersuara, dan untuk
mengispirasi dunia, karena itu adalah fitrahnya manusia. Mari menulis, dan biem.co
siap menyebarkan pemikiran-pemikiran luar biasa kalian kepada dunia.
Ayo periksa folder-folder di PC dan laptopmu! Buka
laci meja belajarmu, atau map-map tua di rak buku dan lemari di kamarmu. Adakah
tulisan-tulisan melow yang pernah kalian tulis menjadi berkas terbengkalai di sana?
Mungkin ada beberapa cerpen dan puisi yang gagal tampil di media lantaran
kalian belum berani mengirimkannya, atau ada catatan-catatan perjalanmu yang
sangat sayang bila hanya dibaca dan di-kelonin sendiri. Kirim saja ke redaksi@biem.com dan cc ke redaksi@biem.co. Lalu biarkan tulisanmu hidup
di dunia maya, membuat jutaan mata terbuka. Ah, hidup kita ini singkat bukan?
Ayolah, jangan mau kita menua tanpa makna. Mari berkarya dan berbagi inspirasi!
2 Komentar
Punteun Pisan Ngiring copy kalimat diatas.
BalasHapussucses selalu
BalasHapusSILAKAN TINGGALKAN KOMENTAR (◠‿◠)