Menyongsong Pagi, Melawan Lupa
Ibu dan Mak Wak selalu berpesan pada saya bila di akhir pekan mereka menelepon dari kampung. “Elok-elok di nagari uwang, Nak! Jan lupo jo joso uwang!”
“Baik-baik
di negeri orang, Nak, jangan sampai lupa jasa orang lain yang membantu kita!”
Demikianlah sekiranya bunyi pesan itu bila saya terjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia.
Hal inilah
yang selalu saya pegang. Memang, secara ekonomi, Ibu dan Mak Wak memang tidak bisa
membantu kehidupan saya di tanah rantau, tapi sebagai anak muda yang tengah
labil—mencari jati diri, nasihat dan pandangan hidup seperti itu amat saya
butuhkan.
Oh ya,
ketika saya menulis curahan hati ini sebagai upaya melawan lupa, adalah
memasuki bulan kedua saya bekerja di Dompet Dhuafa Banten. Hehehehe. Iya, saya
harus jujur, selama ini saya memang tidak lagi jor-joran bercerita tentang diri
dan kehidupan saya di sosial media. Terakhir kali menulis, saya masih berstatus
sebagai pegawai rendahan di perusahaan fabrikasi di daerah Bojonegara sana.
Setelah
keluar sekitar bulan November (saya hanya bertahan sekitar 2 bulan lebih
sedikit bekerja di perusahaan), saya menikmati peran saya sebagai pengangguran
selama dua bulan lebih. Itu adalah masa-masa sulit buat saya, belum pernah saya
berpikir bagaimana bisa bertahan hidup dengan Rp 50 ribu untuk satu minggu di
kota seperti ini. Selama beberapa minggu setelah memutuskan untuk resign dari perusahaan, saya sempat
gencar menyapa kenalan saya di BBM, dengan harapan mereka bisa membantu saya
mencarikan pekerjaan. Pekerjaan apa saja, yang penting saya tidak nganggur!
Rata-rata
menjawab, “Nanti saya kabarin ya, kalau ada pasti saya kasih tahu.” Sementara
saya harus tetap makan. Otak saya benar-benar diperas untuk bisa berpikir,
sementara tabungan semakin menipis. Itulah, Tuhan tidak pernah benar-benar tega
kepada makhluknya, di saat-saat kritis, tiba-tiba Andhika, sahabat saya di
Banten Pos mengajak bergabung sebagai kru Gen B, halaman remaja di koran itu.
Hah, setidaknya saya aman, paling tidak untuk bertahan hidup.
Kembali
menjadi wartawan membuat saya sempat tidak percaya bahwa hidup saya begitu
menyedihkan. Bukannya semakin baik, saya merasa prestasi saya dalam hidup
semakin menurun. Saya kembali gamang melangkah, mimpi-mimpi seperti buyar. Saya
benar-benar tertekan. Apalagi saat itu Tugas Akhir saya menjadi terbengkalai.
Kacau! Saya benar-benar hancur.
Namun
demikianlah hidup. Saya mencoba berdamai dengan diri saya, saya ajak diri saya
bicara. Bertanya tentang tujuan hidup saya yang sebenarnya dan hendak dibawa
ake mana. Pada awalnya ego tetap menang. Rasa kecewa, marah, bahkan hina mengelilingi
saya. Saya benar-benar tidak berguna. Saya telah gagal.
Di suatu
pagi, saya membuka Facebook dengan bantuan wifi gratisan. Meski miskin
semiskin-miskinnya, saya tidak sampai menjual ponsel pintar saya. Hehehehe. Oh
ya, harus saya tuliskan di sini, sepanjang November sampai awal tahun 2014,
saya sering numpang makan di rumah Oni, sahabat saya orang Serang yang
kebetulan rumahnya berdekatan dengan tempat tinggal saya. Saya di Cinanggung,
dan Oni di Ciwaktu, sekitar 400 meter dari Cinangggung.
Kembali ke
Facebook. Sibuk membaca beranda dengan aneka macam status kawan-kawan maya
saya, tiba-tiba saya teringat perihal pertemuan tak sengaja saya dengan Mbak
Kemuning di depan Carrefour Serang. Waktu itu beliau mengatakan ingin ke Dompet
Dhuafa. Mbak Kemuning ini adalah pekerja sosial, saya kenal beliau waktu saya
masih mengabdi di Banten Muda.
Dompet
Dhuafa. Ya, Dompet Dhuafa, saya pernah membaca pengumuman di Facebook yang
diposting oleh Fesbuk Banten News bahwa Dompet Dhuafa membuka lowongan
pekerjaan. Meski postingan itu sudah lama, ada kekuatan yang mendorong saya
untuk mencoba melakukan komunikasi dengan Dompet Dhuafa. Tanpa pikir panjang,
saya langsung mengetikkan "Dompet Dhuafa Banten" di kolom search Facebook, dan
pagi itu juga saya langsung mengirimkan pesan lewat inbox Facebook.
Assalamualkum.
Selamat pagi, Dompet Dhuafa Banten. Apakah di DDB masih ada lowongan pekerjaan
yang bisa saya kerjakan. Oh ya, perkenalkan, saya Iwan, mahasiswa tingkat akhir
Teknik Industri Untirta dan tinggal di Serang. Saya berniat di masa pengerjaan
Tugas Akhir saya punya kegiatan lain. Saya bisa mengoperasikan komputer (Ms.
Office, blogging). Di samping itu saya pernah bekerja part time sebagai staf
administasi di sebuah perusahaan, serta memiliki beberapa pengalaman menulis di
media massa. Sekiranya di DDB ada pekerjaan yang bisa saya kerjakan, dengan
senang hati Admin mau mengabari. Terima kasi sebelumnya. Wassalam. - Setiawan C
Pesan di
atas langsung saya copy paste dari inbox Facebook saya dengan akun official
Dompet Dhuafa Banten, tidak ada satu kata pun yang saya tambah atau saya
kurangi. Saya tulis apa adanya diri saya, sejujur-jujurnya. Dan lihat! Kata-kata saya banyak yang salah, kan? Hehehehe. Demikianlah, ketika galau melanda, apapun menjadi serba-payah. Bahkan menulis bagi orang telah terbiasa menulis. Hmmm!
Gayung
bersambut, hari itu juga saya menerima balasan dari Dompet Dhuafa Banten, saya
diminta untuk datang ke kantor DD di Kepandean untuk walk in interview. Saya
benar-benar terperangah, seakan tak percaya bahwa pesan saya akan dibalas
secepat itu.
Akhirnya,
di hari yang ditentukan oleh Dompet Dhuafa, lagi-lagi dengan bantuan Oni, di
Jumat pagi, 10 Januari 2014 saya diantarkan Oni ke kantor DD. Dengan membaca CV
dan beberapa majalah yang memuat tulisan saya serta beberapa antologi, saya
memasuki kantor DD dan disambut oleh CS yang entah kebetulan, di kemudian hari
akhirnya saya tahu bahwa kami pernah bertemu sebelumnya. (Mbak Wiwit, CS DD Banten adalah salah satu relawan FBn, kami pernah bertemu di acara pernikahan Kang Lulu, sahabat Kak Irvan yang juga kebetulan relawan Fbn).
Sekitar
lima menit menunggu, saya dipersilakan naik ke lantai dua dan bertemu dengan
Mas Imam, Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Banten. Sekilas saya perhatikan,
laki-laki itu sepantaran saya, masih muda, paling-paling beberapa tahun di atas
saya.
Saya mencoba
tenang, meski itu bukanlah interview pertama saya dalam mencari pekerjaan, tapi
perasaan gugup dan deg-degan itu tetap ada.
Mas Imam
bertanya tentang tujuan saya melamar pekerjaan di Dompet Dhuafa, tentang rencana saya, tentang kuliah saya, dan tentang apa yang bisa saya kerjakan
untuk Dompet Dhuafa.
Saya
menarik napas dalam-dalam, sebelum mengurai kisah perjalanan hidup saya yang
berliku hingga sampai di hadapan laki-laki muda di depan saya kala itu, Mas
Imam.
Sekira 30
menit saya bercerita, ya lebih tepat saya sebut bercerita tentang pengalaman,
tentang apa saja yang telah saya kerjakan di pekerjaan saya sebelumnya, tentang
hobi saya nge-blog dan menulis.
Saat itu
Mas Imam tidak meberikan keputusan bahwa saya diterima atau ditolak. Beliau
hanya mengatakan bahwa saya akan dikabari beberapa minggu ke depan. Saya ikhlas
sekiranya memang nasib berkata bahwa saya tidak diterima, paling tidak saya
telah berani berkata jujur tentang diri saya dan membawa kaki saya melangkah
sampai ke hadapan Mas Imam. Saya telah berusaha.
Satu minggu
usai interview, CS Dompet Dhuafa Banten Mbak Wiwit menelepon saya, saya diminta
untuk kembali datang ke Dompet Dhuafa Banten. Alhamdulillah, akhirnya per
tanggal 27 Januari 2014 saya bergabung di Dompet Dhuafa Banten sebagai
marketing communication.
Apa
pekerjaan saya?
(Beri saya
waktu untuk diam sejenak)
Saya tidak
bekerja! Ya, saya tidak bekerja. Karena tugas saya sebagai markom yang
diberikan oleh Mas Imam adalah pekerjaan yang selama ini pernah saya impikan. Saya
senang menulis, dan atas alasan itu pula saya bergabung dengan Banten Muda,
dulu. Semenjak kuliah dan punya laptop, saya sudah rajin nge-blog, dan di DD
Mas Imam memercayakan saya untuk menulis berita kegiatan DD dan diposting di
blog DD, sama persis dengan apa yang dulu Kak Irvan percayakan pada saya di
Banten Muda. Oh... beri saya waktu beberapa detik lagi untuk kembali diam.
Kak Irvan
Hq, Mas Imam Baihaqi...
Lama! Lama
saya terdiam di hari pertama saya masuk kerja di Dompet Dhuafa. Pun begitu di
hari kedua, ketiga, hingga beberapa minggu ke depannya. Pekerjaan saya hari ini
adalah pekerjaan yang pernah saya impikan bertahun-tahun sebelumnya. Pernah
saya kerjakan di beberapa bulan sebelumnya. Dan kepada orang-orang yang pernah
menyelamatkan saya, entah bagaimana caranya saya mengungkapkan rasa terima
kasih saya.
Pengalaman
mengajarkan saya banyak hal. Saya telah melakukan kesalahan dengan meninggalkan
BM atas alasan yang saya nilai prinsipil dan terbaik menurut saya, namun belum
tentu menurut organisasi yang saya tinggalkan. Kak Irvan pernah menyelamatkan
saya ketika saya terlunta-lunta di kota ini. Lalu saya pergi.... ya, pergi.
Maafkan saya.
Hfff...
barangkali kalian berpikir bahwa saya berani sekali menulis segamblang itu di
sini tentang kekurangan dan kesalahan-kesalahan saya. Ya, itulah adanya saya.
Saya tidak mau pisang sampai berbuah dua kali. Sesakit-sakitnya dikhianati
orang, lebih sakit lagi rasanya ketika yang mengkhianati orang, Bro. Saban hari
hidup diburu rasa bersalah.
Demikianlah,
hidup harus tetap berjalan, kan? Saat ini saya merasa bahwa saya telah selesai
dengan diri saya sendiri. Apa lagi? Saya bekerja sesuai passion saya—melakukan
hal-hal yang saya cintai. Saya bekerja dikelilingi oleh orang-orang baik, yang
membuat saya semakin yakin bahwa ini akan berdampak pada diri saya untuk
semakin baik pula. Saya menjadi sering bertemu dengan orang-orang yang nasibnya
“barangkali” jauh lebih buruk dari apa yang pernah saya alami. Saya menjadi
sering bertemu dengan orang-orang dermawan yang membagi rezekinya untuk orang
lain. Saya turut merasakan indahnya berbagi, meski hanya menjadi perantara.
Damai rasanya bekerja seperti ini. Tentram.
Saat ini,
saya bisa merasakan nikmatnya menyambut matahari pagi. Membanyangkan hal-hal
luar biasa yang akan saya alami satu minggu ke depan di setiap hari Senin
datang. Menulis, menulis, dan menulis. Saya menulis untuk melawan lupa. Sama
halnya ketika kisah ini saya tuliskan di sini, agar saya tidak lupa jasa-jasa
orang kepada saya. Saya Kak Irvan, jasa Banten Muda, jasa Andhika, jasa Mas Imam, dan jasa
Dompet Dhuafa Banten.
Terima
kasih telah mewarnai hidup saya. Terima kasih.
Serang, 16 Maret 2014. Menjelang adzan Subuh.
2 Komentar
Menulis untuk melawan lupa, gue juga mau nulis dikolom komentar ini deh kalo janji bulan maret gue gak lupa, tapi emang gue nya aja yang belum siap. -_-
BalasHapusHahahaha. Iye, Gilang. Gue masih inget kalo janji lo belom lo tebus. Udah pertengahan Maret, nih!
HapusSILAKAN TINGGALKAN KOMENTAR (◠‿◠)