“Kalau uang bisa membuatku melupakan
sahabat terbaikku, maka aku lebih memilih untuk tidak punya uang sama sekali.” (Spongebob Squarepants)
Gila gak, sih? Gila banget, keyles!
Sumpah, gue suka banget sama kartun yang satu ini. Spongebob si busa cuci
piring. Kartun yang satu ini beda banget sama kartun-kartun lain yang pernah
gue tonton. Spongebob penuh dengan filosofis persahabatan yang kental.
Eniwe, ngomongin soal sahabat,
menurut kalian, apa sih sahabat itu? Yaaa, tiap orang tentu punya definisi
sendiri soal sahabat. Bagi gue, sahabat itu adalah …
Hfff sampai saat ini gue sendiri
belum punya definisi yang fix tentang sahabat. Di mata gue, sahabat adalah
sebuah kosakata yang absurd. Gue akan dengan gampang melabel seseorang sebagai
sahabat gue ketika gue udah confort sama dia. Dia mau dengerin ocehan super gak
jelas gue. Cerita-cerita gue. Kita ngakak bareng-bareng tapi gak tau apa yang
bikin kita ngakak. Bagi gue sahabat adalah mereka yang bisa nerima gue apa
adanya. Yang bebas ngomongin apa aja tanpa pernah menuntut jawaban dari apa
yang kita omongin. Idealnya sih begitu. Tapi … apa setiap orang yang yang gue
anggap sahabat punya definisi yang sama dengan definisi sementara gue tentang
sahabat? Entahlah …
Dalam hidup, gue dipertemukan dengan
banyak sahabat. Dengan mereka gue belajar banyak hal. Tentang arti
kesetiakawanan. Ya, meski terkadang sebuah persahabatan harus berujung pahit.
Gue yakin dan percaya, kalian pasti pernah berantem dengan orang yang udah
kalian anggap sahabat, atau bahkan sudah seperti saudara sendiri.
Well, mumpung malam ini insom gue
lagi kambuh, gue mau ngoceh panjang-lebar soal sahabat-sahabat gue yang
pernah marah dan ngejauhin gue gara-gara mulut gue yang kadang suka egois dan
gak bisa gue kontrol, juga sifat gue kayak Tarzan. Liar tapi tetap rindu
kehadiran sahabat.
Mushfi Ridho
Doc. 2010 @TMII |
Doi adalah sahabat juara 1 gue.
Sampai saat ini belum ada yang bisa menggantikan posisi dia. Doi adalah orang
paling sabar menghadapi laki-laki absurd kayak gue. Laki-laki yang selalu
menolak untuk menjadi dewasa. Gak tau ya, gue suka aja dengan sifat
kenakak-kanakan gue. Ngomong sesuka gue, ngebacot suka-suka gue. Ngakak sepuas
gue. Serba gue, deh.
Gue sahabatan sama makhluk ini udah 7
tahun. Berantem? Pasti! Gue dan Mushfi pernah gak saling sapa satu tahun penuh.
Gila! Emang sih, waktu itu kami masih sama-sama labil. Anak SMA, Cyyyn! Masih
sama-sama egois. Tapi sekarang, kalo gue sama Mushfi bro out, kita suka re-read
kejadian konyol itu. Dan itu bener-bener sebuah bahan obrolan yang gak ada
basinya untuk dibahas. Romantis! Hahaha.
Chevy Syawelly S
Ini makhluk paling gila yang gue
kenal. Dengan dia segala sesuatu bisa jadi lucu. Ayam kawin, kambing juling,
tukang ojek, bahkan sebuah hape butut aja bisa jadi objek penderitaan yang kami
tertawakan habis-habisan. Lucu? Gak juga. Yang penting tertawa.
Gue pernah berantem sama Chevy
gara-gara sate. Ceritanya Chevy udah nganggap gue sodaranya. Nah waktu itu
jamannya kita kelas 2 SMA. Gue kan boarding school. Rumah gue sama sekolah
jaraknya ratusan kilometer. Sedangkan rumah Chevy hanya beberapa meter dari sekolah.
Karena kita sahabatan, otomatis setiap weekend dan jatah IB, gue sering pulang
ke rumah Chevy. Bokap nyokabnya Chevy udah kayak orangtua gue sendiri.
Sampai suatu ketika, Mama (nyokabnya
Chevy) datang ke asrama dan bawain sate Padang. Dua bungkus, sih. Gue yang udah
geer kalo itu jatah sate buat gue, ternyata harus isap jempol kaki. Sate itu
dikasihin Chevy sama Rahmad. Gila gila gila. Gue ngambek 3 hari. Nge-judge
Chevy menghianati sucinya sebuah persahabatan. Huahahahaha.
Keriodius Algian
Ini dia sahabat juara 2 gue.
Huehehehe. Kerio adalah pacar gue versi laki-laki. Hahaha. Doi adalah tempat
gue curhat kalo lagi capek dengan segala macam tetek-bengeknya kehidupan. Satu
hal yang bikin gue angkat topi, Kerio adalah satu-satunya manusia yang bisa
menandingi kebebalan gue kalo lagi futur. Kalian tau futur, kan? Futur itu
semacam syndrome kehilangan gairah hidup. Nah, kalau si futur ini lagi nyerang
gue, gue akan bertranformasi menjadi makhluk cengeng yang cemen
secemen-cemennya. Tapi ketika Kerio udah nasihatin gue, mata ini seperti
digosok dengan balsem super pedes level 1.
Kerio bukan tipe sahabat yang akan nasihatin gue dengan kata-kata adem layaknya ceramah Mamah Dedeh. Tapi kata-kata yang keluar adalah kata paling biadab yang pernah diciptakan oleh manusia. “Tolol! Bego! Mati aja lo sana!” Aiiish, harusnya gue nonjok mulut orang yang sudah seperti Kakak gue ini ketika dia ceramahin gue dengan kata-kata seperti itu. Pernah gue curhat sama dia tentang gue yang baru saja kehilangan pekerjaan. Trus berniat mau bunuh diri. Tapi apa yang dilakukan Kerio? “Lo mau bunuh diri? Buruan! Ntar BBM gue ya, ceritain bagaimana rasanya di neraka.” Anjis!
Kerio bukan tipe sahabat yang akan nasihatin gue dengan kata-kata adem layaknya ceramah Mamah Dedeh. Tapi kata-kata yang keluar adalah kata paling biadab yang pernah diciptakan oleh manusia. “Tolol! Bego! Mati aja lo sana!” Aiiish, harusnya gue nonjok mulut orang yang sudah seperti Kakak gue ini ketika dia ceramahin gue dengan kata-kata seperti itu. Pernah gue curhat sama dia tentang gue yang baru saja kehilangan pekerjaan. Trus berniat mau bunuh diri. Tapi apa yang dilakukan Kerio? “Lo mau bunuh diri? Buruan! Ntar BBM gue ya, ceritain bagaimana rasanya di neraka.” Anjis!
Persahabatan gue sama Rio juga gak
berjalan mulus. Gara-gara mulut nyablak gue juga sih. Kerio sampe delete gue
dari BBM dan Facebook. Telepon gue gak diangkat dan SMS dicuekin.
Guntur Alam
Gun adalah sahabat yang ... gue
sedikit sulit untuk mendefinisikan sosok Gun sebagai sahabat gue. Gun adalah
... gini aja, deh. Gue kenal Gun 2010 lalu. Sebelumnya gue udah sering baca
tulisan dia di Annida dan Sabili. Yap! Guntur Alam adalah seorang penulis
nasional. Ceritanya gue jatuh cinta sama style-nya Gun bercerita. Lokalitas
abis! Gue sempet masukin Gun ke list penulis favorit gue. Seiring waktu
berjalan, Gun yang awalnya seperti Abang (kebetulan kami sama-sama berdarah
Sumatra, dan kebetulan juga sama-sama lahir di Annida untuk pertama kalinya),
berubah jadi sahabat. Tengah malam, kalo gue lagi blank dan gak tau mau
ngapain, palingan nge-Ping Gun bertubi-tubi, dan efeknya gue kena semprot orang
yang juga sering gue manfaatin ini.
Oh iya, ada cerita gokil antara gue sama Gun. Salah satu cerpen gue yang dimuat di koran Jawa Barat, Penantian Amak, di dalamnya gue mengutip satu paragraf cerpen Gun, dan Gun mengetahui itu. Apa yang terjadi? Gun mengadili gue! Huahahaha. Begitulah ketika obsesi tidak terkontrol. Waktu itu gue dan Gun belum seakrab sekarang. Tapi dari sanalah kita makin kenal. Gue belajar banyak dari Gun tentang menulis yang baik. Bukan hanya menulis sebenarnya, tapi juga tentang bersikap, berbuat, dan berbicara. Satu hal yang gak akan pernah gue lupain tentang Gun. Bali! Ya, Pulau Dewata. 2012 kemarin Gun lolos untuk hadir di Ubud Writer And Reader Festival di Ubud. Kebetulan waktu itu gue lagi 'kaya', dan nekad terbang ke Bali dari Soe-Ta. Gila, Blay!!! Gue yang anak kampung ini dengan gak tau dirinya ke Bali, sementara di Bali gue gak punya siapa-siapa. Hahaha. Akhirnya, Gun menculik gue dan mengizinkan gue buat menyelundup ke penginapannya selama 2 hari. Gun yang low profile, yang selalu mengajarkan gue untuk tertawa dalam sakit. Untuk terus mengucap hamdalah saat ujian menerpa. Oh ya, waktu doi lolos UWRF, Gun sempet-sempetnya beliin gue celana pendek seharga Rp 200 ribu. Ediaaaaan!!! Katanya kebahagiaan harus dibagi. Tapi, gara-gara mulut juga, persahabatan gue sama Gun pernah terancam bubar. Sekitar satu minggu Gun gak mau bales BBM gue. Rasanya? Nyelekit!!! Tapi, kita udah sama-sama dewasa, terlebih Gun yang seharusnya sudah punya selusin anak, tapi memilih untuk menuntaskan tuntutan nurani membahagiakan Emak dan Ayuk-ayuknya di Muara Enim sana. Good job, Gun!!! Tetap rendah hati dan jadilah Gun yang tegar! Yeyeye lalala!
Dionisius Bembi
Empat orang di atas udah sering gue
ceritain di blog ini. Tapi tentang Bembi, agak luput dalam catatan gue di sini.
Gue kenal anak kecil ini baru
beberapa bulan. Orangnya sengak dan susah diatur. Tapi asyik! Mungkin gara-gara
kita satu profesi, sama-sama jurnalis. Gue dan Bembi sering liputan bareng.
Bembi adalah saudara gue di kota yang sepi ini. Oweowee. Keluarganya udah kayak
keluarga gue sendiri. Pulang liputan, kadang gue numpang tidur di rumahnya nih
anak. Ngopi dan nongkrong di alun-alun, ngobrolin banyak hal. Tentang
cita-cita. Tentang mimpi. Tentang segala sesuatu yang pengen kami obrolin.
Gue sering manfaatin Bembi selama
kami mengikrarkan janji sebagai dua sahabat. Jemput gue ke basecamp,
ngeboncengin gue, bayarin makan gue di akhir bulan. Uang Bembi udah kayak uang
gue. Satu kejadian yang bikin gue pengin nangis setiap kali mengingat sahabat
kecil gue yang satu ini. Waktu itu kita ikutan casting pemain film indie. Gue
yang maksa Bembi buat ikutan. Dan ajibnya kita berdua lolos dan dapet selendang
the winner. Gue sebagai pemeran pria dewasa dan bembi pemeran pria remaja.
(Tungguin film kita, yak! Insha Allah September 2013 udah siap tayang). Kita
berangkat syuting bareng, Bembi setia ngejemput gue, juga nganterin gue pulang
ke basecamp dalam keadaan seperti apapun dan di waktu kapanpun. Syuting hari
pertama gue sakit. Mungkin masuk angin. Bembi nge-BBM gue, ngajakin hang out,
ngopi-ngopi bareng temen-temen jurnalis lainnya. Berhubung gue meriang dan
badan udah belang kayak zebra gara-gara abis dikerik, gue nolak dan bilang kalo
lagi sakit. Tapi apa coba yang dilakuin Bembi? Beberapa menit setelah gue bales
BBM dia, anak kecil ini datang ke basecamp, nemuin gue.
“Lo sakit apaan, Onet?” (Bembi manggi
gue "Onet" aka Monyet, dan Bembi gue panggil "Etan" aka Setan)
Hanya itu. Doi gak bawain buah atau
makanan lain layaknya orang ngebesuk. Tapi itu doang udah bikin gue mau mewek 2
jam. Terharu banget, gila. Selama hampir 5 tahun gue merantau di sini, dan
setiap kali gue sakit, belum ada satu orang pun yang ngebesuk gue dan nanyain
gue sakit apa.
Dan hari ini, sahabat kecil gue lagi
lelah dan jenuh. Mungkin lagi bosen. Ceritanya lagi marahan. So sweet banget
gak, sih? MARAHAN. Udah kayak orang pacaran aja tau gak. Hahaha. Dan itu juga
gara-gara mulut gue yang gak pernah bisa belajar dari kesalahannya terdahulu.
Nyablak.
Benar kata orang-orang, bahwa lidah
tidak bertulang. Lidah lebih tajam dari sembilu. Luka gara-gara lidah memang
bisa sembuh, tapi bekasnya tidak akan pernah hilang. Sahabat-sahabat yang
pernah gue lukai dengan lidah gue memang pernah menjauh. Awalnya gue mengira
mereka bukan sahabat gue. Awalnya gue menganut paham ‘bahwa kita tidak pernah
kehilangan sahabat, tapi yang terjadi adalah kita ditunjukkan pada mana yang
sebenarnya sahabat dan mana yang berpura-pura menjadi sahabat’. Whatever, bagi
gue, gak ada yang namanya mantan sahabat. Setiap sahabat berperan dalam sejarah
hidup gue dengan kadarnya masing-masing. Setiap yang datang pasti akan pergi,
dan setiap yang pergi pasti akan kembali. Gue memang gak diberikan bakat untuk
membuang sahabat begitu saja. Entahlah, satu hal yang gue pegang sebagai
prinsip dalam bersahabat, “Sahabat adalah menerima. Tidak mengubah, tidak
mengatur, tidak mengadili.” Gue adalah Patrick yang bodoh, dan mereka adalah
Spongebob. Gue suka banget sama dialog Spongebob dan patrick yang satu
ini:
(Spongebob) : “Apa yang biasanya
kau lakukan saat aku pergi?”
(Patrick) : “Menunggumu
kembali.”
(*Basecamp Banten Muda, 30 Mei 2013
0 Komentar
SILAKAN TINGGALKAN KOMENTAR (◠‿◠)