Gue Patrick, Mereka Spongebob

Gue PatrickMereka Spongebob

“Kalau uang bisa membuatku melupakan sahabat terbaikku, maka aku lebih memilih untuk tidak punya uang sama sekali.” (Spongebob Squarepants)

Gila gak, sih? Gila banget, keyles! Sumpah, gue suka banget sama kartun yang satu ini. Spongebob si busa cuci piring. Kartun yang satu ini beda banget sama kartun-kartun lain yang pernah gue tonton. Spongebob penuh dengan filosofis persahabatan yang kental.

Eniwe, ngomongin soal sahabat, menurut kalian, apa sih sahabat itu? Yaaa, tiap orang tentu punya definisi sendiri soal sahabat. Bagi gue, sahabat itu adalah …

Hfff sampai saat ini gue sendiri belum punya definisi yang fix tentang sahabat. Di mata gue, sahabat adalah sebuah kosakata yang absurd. Gue akan dengan gampang melabel seseorang sebagai sahabat gue ketika gue udah confort sama dia. Dia mau dengerin ocehan super gak jelas gue. Cerita-cerita gue. Kita ngakak bareng-bareng tapi gak tau apa yang bikin kita ngakak. Bagi gue sahabat adalah mereka yang bisa nerima gue apa adanya. Yang bebas ngomongin apa aja tanpa pernah menuntut jawaban dari apa yang kita omongin. Idealnya sih begitu. Tapi … apa setiap orang yang yang gue anggap sahabat punya definisi yang sama dengan definisi sementara gue tentang sahabat? Entahlah …

Dalam hidup, gue dipertemukan dengan banyak sahabat. Dengan mereka gue belajar banyak hal. Tentang arti kesetiakawanan. Ya, meski terkadang sebuah persahabatan harus berujung pahit. Gue yakin dan percaya, kalian pasti pernah berantem dengan orang yang udah kalian anggap sahabat, atau bahkan sudah seperti saudara sendiri.

Well, mumpung malam ini insom gue lagi kambuh, gue mau  ngoceh panjang-lebar soal sahabat-sahabat gue yang pernah marah dan ngejauhin gue gara-gara mulut gue yang kadang suka egois dan gak bisa gue kontrol, juga sifat gue kayak Tarzan. Liar tapi tetap rindu kehadiran sahabat.

Mushfi Ridho
Doc. 2010 @TMII

Doi adalah sahabat juara 1 gue. Sampai saat ini belum ada yang bisa menggantikan posisi dia. Doi adalah orang paling sabar menghadapi laki-laki absurd kayak gue. Laki-laki yang selalu menolak untuk menjadi dewasa. Gak tau ya, gue suka aja dengan sifat kenakak-kanakan gue. Ngomong sesuka gue, ngebacot suka-suka gue. Ngakak sepuas gue. Serba gue, deh.

Gue sahabatan sama makhluk ini udah 7 tahun. Berantem? Pasti! Gue dan Mushfi pernah gak saling sapa satu tahun penuh. Gila! Emang sih, waktu itu kami masih sama-sama labil. Anak SMA, Cyyyn! Masih sama-sama egois. Tapi sekarang, kalo gue sama Mushfi bro out, kita suka re-read kejadian konyol itu. Dan itu bener-bener sebuah bahan obrolan yang gak ada basinya untuk dibahas. Romantis! Hahaha.

Chevy Syawelly S
Doc. 2013 @Pendopo Gubernur Banten

Ini makhluk paling gila yang gue kenal. Dengan dia segala sesuatu bisa jadi lucu. Ayam kawin, kambing juling, tukang ojek, bahkan sebuah hape butut aja bisa jadi objek penderitaan yang kami tertawakan habis-habisan. Lucu? Gak juga. Yang penting tertawa.

Gue pernah berantem sama Chevy gara-gara sate. Ceritanya Chevy udah nganggap gue sodaranya. Nah waktu itu jamannya kita kelas 2 SMA. Gue kan boarding school. Rumah gue sama sekolah jaraknya ratusan kilometer. Sedangkan rumah Chevy hanya beberapa meter dari sekolah. Karena kita sahabatan, otomatis setiap weekend dan jatah IB, gue sering pulang ke rumah Chevy. Bokap nyokabnya Chevy udah kayak orangtua gue sendiri.

Sampai suatu ketika, Mama (nyokabnya Chevy) datang ke asrama dan bawain sate Padang. Dua bungkus, sih. Gue yang udah geer kalo itu jatah sate buat gue, ternyata harus isap jempol kaki. Sate itu dikasihin Chevy sama Rahmad. Gila gila gila. Gue ngambek 3 hari. Nge-judge Chevy menghianati sucinya sebuah persahabatan. Huahahahaha.

Keriodius Algian
Doc. 2012 @Margo City


Ini dia sahabat juara 2 gue. Huehehehe. Kerio adalah pacar gue versi laki-laki. Hahaha. Doi adalah tempat gue curhat kalo lagi capek dengan segala macam tetek-bengeknya kehidupan. Satu hal yang bikin gue angkat topi, Kerio adalah satu-satunya manusia yang bisa menandingi kebebalan gue kalo lagi futur. Kalian tau futur, kan? Futur itu semacam syndrome kehilangan gairah hidup. Nah, kalau si futur ini lagi nyerang gue, gue akan bertranformasi menjadi makhluk cengeng yang cemen secemen-cemennya. Tapi ketika Kerio udah nasihatin gue, mata ini seperti digosok dengan balsem super pedes level 1. 

Kerio bukan tipe sahabat yang akan nasihatin gue dengan kata-kata adem layaknya ceramah Mamah Dedeh. Tapi kata-kata yang keluar adalah kata paling biadab yang pernah diciptakan oleh manusia. “Tolol! Bego! Mati aja lo sana!” Aiiish, harusnya gue nonjok mulut orang yang sudah seperti Kakak gue ini ketika dia ceramahin gue dengan kata-kata seperti itu. Pernah gue curhat sama dia tentang gue yang baru saja kehilangan pekerjaan. Trus berniat mau bunuh diri. Tapi apa yang dilakukan Kerio? “Lo mau bunuh diri? Buruan! Ntar BBM gue ya, ceritain bagaimana rasanya di neraka.” Anjis!

Persahabatan gue sama Rio juga gak berjalan mulus. Gara-gara mulut nyablak gue juga sih. Kerio sampe delete gue dari BBM dan Facebook. Telepon gue gak diangkat dan SMS dicuekin.

Guntur Alam
Doc. 2012 @Ubud, Bali


Gun adalah sahabat yang ... gue sedikit sulit untuk mendefinisikan sosok Gun sebagai sahabat gue. Gun adalah ... gini aja, deh. Gue kenal Gun 2010 lalu. Sebelumnya gue udah sering baca tulisan dia di Annida dan Sabili. Yap! Guntur Alam adalah seorang penulis nasional. Ceritanya gue jatuh cinta sama style-nya Gun bercerita. Lokalitas abis! Gue sempet masukin Gun ke list penulis favorit gue. Seiring waktu berjalan, Gun yang awalnya seperti Abang (kebetulan kami sama-sama berdarah Sumatra, dan kebetulan juga sama-sama lahir di Annida untuk pertama kalinya), berubah jadi sahabat. Tengah malam, kalo gue lagi blank dan gak tau mau ngapain, palingan nge-Ping Gun bertubi-tubi, dan efeknya gue kena semprot orang yang juga sering gue manfaatin ini. 

Oh iya, ada cerita gokil antara gue sama Gun. Salah satu cerpen gue yang dimuat di koran Jawa Barat, Penantian Amak, di dalamnya gue mengutip satu paragraf cerpen Gun, dan Gun mengetahui itu. Apa yang terjadi? Gun mengadili gue! Huahahaha. Begitulah ketika obsesi tidak terkontrol. Waktu itu gue dan Gun belum seakrab sekarang. Tapi dari sanalah kita makin kenal. Gue belajar banyak dari Gun tentang menulis yang baik. Bukan hanya menulis sebenarnya, tapi juga tentang bersikap, berbuat, dan berbicara. Satu hal yang gak akan pernah gue lupain tentang Gun. Bali! Ya, Pulau Dewata. 2012 kemarin Gun lolos untuk hadir di Ubud Writer And Reader Festival di Ubud. Kebetulan waktu itu gue lagi 'kaya', dan nekad terbang ke Bali dari Soe-Ta. Gila, Blay!!! Gue yang anak kampung ini dengan gak tau dirinya ke Bali, sementara di Bali gue gak punya siapa-siapa. Hahaha. Akhirnya, Gun menculik gue dan mengizinkan gue buat menyelundup ke penginapannya selama 2 hari. Gun yang low profile, yang selalu mengajarkan gue untuk tertawa dalam sakit. Untuk terus mengucap hamdalah saat ujian menerpa. Oh ya, waktu doi lolos UWRF, Gun sempet-sempetnya beliin gue celana pendek seharga Rp 200 ribu. Ediaaaaan!!! Katanya kebahagiaan harus dibagi. Tapi, gara-gara mulut juga, persahabatan gue sama Gun pernah terancam bubar. Sekitar satu minggu Gun gak mau bales BBM gue. Rasanya? Nyelekit!!! Tapi, kita udah sama-sama dewasa, terlebih Gun yang seharusnya sudah punya selusin anak, tapi memilih untuk menuntaskan tuntutan nurani membahagiakan Emak dan Ayuk-ayuknya di Muara Enim sana. Good job, Gun!!! Tetap rendah hati dan jadilah Gun yang tegar! Yeyeye lalala! 

Dionisius Bembi

Doc. 2013 @Open Cast Ki Wasyid The Movie


Empat orang di atas udah sering gue ceritain di blog ini. Tapi tentang Bembi, agak luput dalam catatan gue di sini.

Gue kenal anak kecil ini baru beberapa bulan. Orangnya sengak dan susah diatur. Tapi asyik! Mungkin gara-gara kita satu profesi, sama-sama jurnalis. Gue dan Bembi sering liputan bareng. Bembi adalah saudara gue di kota yang sepi ini. Oweowee. Keluarganya udah kayak keluarga gue sendiri. Pulang liputan, kadang gue numpang tidur di rumahnya nih anak. Ngopi dan nongkrong di alun-alun, ngobrolin banyak hal. Tentang cita-cita. Tentang mimpi. Tentang segala sesuatu yang pengen kami obrolin.

Gue sering manfaatin Bembi selama kami mengikrarkan janji sebagai dua sahabat. Jemput gue ke basecamp, ngeboncengin gue, bayarin makan gue di akhir bulan. Uang Bembi udah kayak uang gue. Satu kejadian yang bikin gue pengin nangis setiap kali mengingat sahabat kecil gue yang satu ini. Waktu itu kita ikutan casting pemain film indie. Gue yang maksa Bembi buat ikutan. Dan ajibnya kita berdua lolos dan dapet selendang the winner. Gue sebagai pemeran pria dewasa dan bembi pemeran pria remaja. (Tungguin film kita, yak! Insha Allah September 2013 udah siap tayang). Kita berangkat syuting bareng, Bembi setia ngejemput gue, juga nganterin gue pulang ke basecamp dalam keadaan seperti apapun dan di waktu kapanpun. Syuting hari pertama gue sakit. Mungkin masuk angin. Bembi nge-BBM gue, ngajakin hang out, ngopi-ngopi bareng temen-temen jurnalis lainnya. Berhubung gue meriang dan badan udah belang kayak zebra gara-gara abis dikerik, gue nolak dan bilang kalo lagi sakit. Tapi apa coba yang dilakuin Bembi? Beberapa menit setelah gue bales BBM dia, anak kecil ini datang ke basecamp, nemuin gue.
Masuk angin abis syuting hari pertama

“Lo sakit apaan, Onet?” (Bembi manggi gue "Onet" aka Monyet, dan Bembi gue panggil "Etan" aka Setan)

Hanya itu. Doi gak bawain buah atau makanan lain layaknya orang ngebesuk. Tapi itu doang udah bikin gue mau mewek 2 jam. Terharu banget, gila. Selama hampir 5 tahun gue merantau di sini, dan setiap kali gue sakit, belum ada satu orang pun yang ngebesuk gue dan nanyain gue sakit apa.

Dan hari ini, sahabat kecil gue lagi lelah dan jenuh. Mungkin lagi bosen. Ceritanya lagi marahan. So sweet banget gak, sih? MARAHAN. Udah kayak orang pacaran aja tau gak. Hahaha. Dan itu juga gara-gara mulut gue yang gak pernah bisa belajar dari kesalahannya terdahulu. Nyablak.

Benar kata orang-orang, bahwa lidah tidak bertulang. Lidah lebih tajam dari sembilu. Luka gara-gara lidah memang bisa sembuh, tapi bekasnya tidak akan pernah hilang. Sahabat-sahabat yang pernah gue lukai dengan lidah gue memang pernah menjauh. Awalnya gue mengira mereka bukan sahabat gue. Awalnya gue menganut paham ‘bahwa kita tidak pernah kehilangan sahabat, tapi yang terjadi adalah kita ditunjukkan pada mana yang sebenarnya sahabat dan mana yang berpura-pura menjadi sahabat’. Whatever, bagi gue, gak ada yang namanya mantan sahabat. Setiap sahabat berperan dalam sejarah hidup gue dengan kadarnya masing-masing. Setiap yang datang pasti akan pergi, dan setiap yang pergi pasti akan kembali. Gue memang gak diberikan bakat untuk membuang sahabat begitu saja. Entahlah, satu hal yang gue pegang sebagai prinsip dalam bersahabat, “Sahabat adalah menerima. Tidak mengubah, tidak mengatur, tidak mengadili.” Gue adalah Patrick yang bodoh, dan mereka adalah Spongebob. Gue suka banget sama dialog Spongebob dan patrick yang satu ini: 

(Spongebob) : “Apa yang biasanya kau lakukan saat aku pergi?” 
(Patrick) : “Menunggumu kembali.”

(*Basecamp Banten Muda, 30 Mei 2013


Baca juga:

Posting Komentar

0 Komentar