Surga VS Neraka



Surga VS Neraka

Ada beberapa tanya dalam hidup ini yang tidak butuh jawaban—lebih tepatnya, tidak pantas untuk dipertanyakan. Semisal doa-doa pada Tuhan yang meminta kepastian kapan akan diijabah. Saya tahu diri bukanlah ahli ibadah. Pengetahuan saya soal agama masih sangat dangkal. Bukan apa-apa, tiba-tiba saja agama menjadi sangat tidak menarik untuk saya bahas.

Hah! Teman-teman mensinyalir saya atheis. Saya hanya tersenyum pias ketika mereka suka menyarankan saya untuk mondok dan mengulang mengucap sumpah “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah”. Hei! Saya Islam. Saya percaya Tuhan, hanya saja saya skeptis dengan sikap muslim yang kadang tidak sejalan dengan kata hati saya. 

Salah seorang teman saya di Kendari, dulu kami begitu akrab. Dia seorang aktivis yang aktif di organisasi dakwah. Dia bilang saya terlalu frontal dan nyablak kalau ngomong. Saya hanya tertawa ketika dia bilang begitu. Entahlah, saya tidak mau bermanis-manis bila sebenarnya hati saya menyeru untuk berkata pahit. Bukankah sama saja saya munafik bila saya suara batin? Bullshit dengan anggapan orang! Saya tahu kalau saya hidup di bumi Indonesia. Indonesia yang prural. Indonesia bukan punya orang Islam. Semua orang harus tahu itu!

Beberapa hari yang lalu saya diserang seseorang yang mengaku fundamentalis. Tapi saya yakin, dasarnya menyerang saya sangat picik. Saya menautkan link film pendek Cinta yang Dirahasiakan karya Hanung Bramantyo yang diangkat dari puisi esai Denny JA—Kisah Cinta Batman dan Robin. Dia bilang, Hanung lagi kontroversi dengan film-filmnya, dan saya dituduh menyebarkan kemaksiatan kepada orang-orang yang berada di friendlist Facebook saya. Aih! Orang tolol! Saya ini muak sekali dengan orang-orang sok fundamentalis. Bawa-bawa agama, maksudnya berjualan tiket ke surgakah? Anjing, deh! Apa iya surga kelak hanya akan diisi oleh muslim tok? Brrr… lalu ke mana orang Kristen, Bundha, Hindu yang baik? Mereka hangus di neraka? Begitu? Saya mau bertanya, apakah orang non-Islam itu bukan ciptakaan Tuhan? Bukankah Tuhan Maha Berkehendak. Apa iya Tuhan sengaja menciptakan mereka menjadi Kristen, Hindu, Budha, dan dengan kepercayaan yang lain hanya untuk menjadi bahan bakar neraka? Betapa tidak adilnya Tuhan kalau begitu. 

Saya mencintai keislaman saya. Saya bersyukur terlahir langsung diadzani ayah saya. Saya tumbuh dan besar dalam keluarga Islam. Lantas bagaimana dengan teman-teman yang suka menolong, orang China non muslim yang dermawan, suka memberi, atau sahabat-sahabat saya yang terlahir di tengah kelurga Katolik taat dan mati dalam keadaan Katolik yang baik. Mereka masuk neraka?

Beberapa bulan yang lalu saya melipat sajadah saya. Alasannya memang bodoh—melakukan protes atas pertanyaan saya yang tak kunjung mendapat jawab. Tentang tenpat saya kelak sesudah mati. Surgakah? Nerakakah? Meski saya berbuat baik dan beribadah, dalam kitabNya, Tuhan sudah memurka saya—kata mereka yang menafsirkan titah Tuhan dalam bahasa Indonesia.

Ah, jancok! Taik kucing deh dengan surga dan neraka. 

Mengapa saudara-saudara seiman saya suka sekali merasa paling benar dan mutlak menjadi penghuni surga? Lalu mempreteli kepercayaan orang lain, seakan-akan mereka makhluk hina dina yang pasti masuk neraka. Saya tidak mau membela sesiapa. Saya hanya pengen Indonesia ini dapat dinikmati oleh semua orang. Persetan dengan suku dan kepercayaan mereka. Itu saja sebenarnya. 

Baca juga:

Posting Komentar

0 Komentar