Ciyus! Itu Beneran Wanda Hamidah?


Ciyus! Itu Beneran Wanda Hamidah? 

11 Februari 2013 


Ini adalah minggu ketiga saya jadi jurnalis di Banten Muda. Sejauh ini saya menikmati profesi saya. Sangat menikmati malah! Menjadi jurnalis adalah satu dari sekian impian saya sejak kecil. Saya ini kemaruk sekali ya? Bahasa orang kampung saya congok! Hehehe. Ya, tidak ada larangan untuk bermimpi toh? Apalagi membatasi mimpi. Selagi masih gratis saya mau punya mimpi yang banyak. 

Di Banten Muda saya seperti menemukan apa yang selama ini saya cari. Saya suka iri membaca beberapa buku tentang jurnalis. Saya jadi ingat, dalam bukunya Bang Very Barus, Gak Narsis, Gak Eksis! Catatan Hidup seorang Jurnalis yang diterbitkan Sheila Book tahun 2009, Bang Verry menceritakan pengalamannya selama penjadi jurnalis di tabloid Nyata. Cerita-cerita tentang menonton konser gratis, wawancara selebriti, atau ke luar negeri meliput event internasional sukses membuat keinginan untuk menjadi jurnalis semakin menggebu-gebu. 

Di awal-awal masa kuliah dulu, saya pernah melamar jadi jurnalis di koran lokal untuk halaman remaja. Tapi gagal diterima, hahaha. Memang dasar saya orangnya bandel kali ya, kesempatan untuk menjadi jurnalis cilik di Story Teenlit Magazine tidak saya lewatkan. Waktu itu Mbak Erin meminta saya untuk mengirimkan liputan terkait kegiatan literasi dan kebudayaan untuk dimuat di rublik CeeS News. Dari sanalah saya belajar bagaimana menulis berita. Beberapa kali dikoreksi Mak Erin, akhirnya naskah saya lolos dan layak muat. Aaaaah, saat itu saya benar-benar merasakan yang namanya ejakulasi psikologis. Deg-degan, cemas, sekaligus mupeng yang tumpang tindih menjadi tertuntaskan waktu itu juga. 

Dari CeeS News yang hanya tiga paragraf itu, naik satu level ke liputan sekolah. Rublik ini sangat spesial, sebab memakan dua halaman majalah. Pun demikian dalam proses peliputan, saya harus mendapatkan informasi yang detail dari sekolah yang akan saya liput. Waktu itulah pertama kalinya saya mewawancara tokoh. Walaupun hanya kepala sekolah dan petugas perputakaan, tapi nervous-nya nggak tanggung-tanggung. Daftar pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya menjadi tidak berfungsi gara-gara saya sibuk menyeka keringat dingin yang sebenarnya nggak perlu diseka pun nggak akan ngaruh. 

Tapi, itulah proses. dari CeeS News, rublik Profil Sekolah, lalu menjadi wartawan di Banten Muda. 

Di Banten Muda sendiri saya sangat enjoy, saya hanya meliput berita-berita positif tentang Banten. Kegiatan launching buku, event sekolah, kampus, atau komunitas unik di Banten yang sebaiknya publik tahu. Saya tidak meliput berita politik, ekonomi, apalagi kriminal. Menyenangkan! 

Saya suka tersenyum saat beberapa kali mengganti display picture di BBM dengan foto saya bersama beberapa orang beken di negeri ini. Setelah mewawancara langsung personil RAN di Smansa Fair dua minggu yang lalu, lalu Mas Gol A Gong di peletakan batu pertama Gelanggang Remaja Rumah Dunia, kemudian kemarin dengan Mbak Wanda Haminah yang namanya tengah hangat jadi topik perbincangan infotainment di televisi. 

Beberapa hari sebelum mendapat BBM dari Mbak Tias Tatanka (Istri Mas Gol A Gong), kalau Mbak Wanda akan menjadi pembahas dalam acara bedah buku My Story in Holland di Rumah Dunia, saya baru saja menonton infotainment terkait Aa Raffi dengan BNN, tentu juga dengan Mbak Wanda Hamidah. Saya sempat update status di Twitter saya, “Pengin banget punya tante kayak Mbak Wanda Hamidah, euy. Unyuuu!” Status itu di-reply beberapa teman, dan yang membuat saya kaget setelah itu Mbak Tias mengabarkan kalau Mbak Wanda akan ke Rumah Dunia. Ajaib! Ini kesempatan saya untuk bertemu dengan seorang Wanda Hamidah.

Yap! Minggu, 10 Februari 2013 menjadi hari bersejarah lagi buat saya. Saya menyaksikan langsung aktivis Hak Asasi Anak sekaligus anggota DPRD DKI Jakarta itu di hadapan saya, dan di akhir acara bedah buku dengan sangat ramah Mbak Wanda bersedia untuk saya wawancara beberapa menit. 

Low profil dan cerdas! Tentu juga cantik. Siapa yang bisa membantah? Itulah kesan pertama saya dengan Mbak Wanda. Beliau sangat ramah dan menjawab pertanyaan saya dengan sangat asyik. Kami menjadi seperti ngobrol. Apalagi sepanjang wawancara beliau tidak pernah berhenti tersenyum, kesan ramah itu menjadi bertambah-tambah. 

Usai wawancara, saya meminta Mbak Wanda untuk bersedia berfoto bareng dengan saya. And you know? Mbak Wanda sangat serasi dengan saya di beberapa jepretan adik sepupu saya *Thanks, Neng!* Kemarin saya upload fotonya ke Twitter, dan di-replay beberapa teman yang berteriak, "Ciyus! Itu Wanda Hamidah?” Hahaha. 

Berhubung saya masih suka mengirim berita untuk Story, dan kebetulan juga saat itu Story ada di tangan saya. Kami kembali berpose dengan majalah kesayangan remaja Indonesia ini. Hehehe. Mbak Wanda juga berjanji akan mengirimkan tulisan-tulisan putrinya ke Story. Wah! Ditunggu ya, Mbak. :D

Baca juga:

Posting Komentar

7 Komentar

  1. mba wanda emang unyu-unyu, hehe :d

    BalasHapus
  2. Chaiyooo....semangat! menjadi jurnalis itu harus dari hati. kl dr hati pasti enjoy. satu hal, sebisa mungkin narasumber bs dijadikan sahabat. jgn habis wwcr langsung ga keep contact..... krn banyak keuntungannya lho..
    ralat dikit.. buku Gak Narsis Gak Eksis tahun 2009..dan saya dulu di tabloid Nyata jawa pos bukan Nova... hehhehehehheheh

    BalasHapus
  3. Ila, Vero, Jhenny, Puja: Makasiiih. Hehehehe.

    Bang Very: Hahaha. Tengkyu, Banggg.... Aku ralat ya. *malu* Buku abang itu berhasil menjerumuskan saya ke dunia jurnalistik. Makasiiiiiiiiiiih. Bang, bagi contact-mu, dong. :)

    BalasHapus

SILAKAN TINGGALKAN KOMENTAR (◠‿◠)