Kepada Za #3; Tuhan Maha Baik Kepadaku, Za.




Kepada Za #3
Tuhan Maha Baik Kepadaku, Za.



Januari di angka 6

Za, pesta tahun barumu gimana? Meriah pastinya. Aku senang, 2012 kita lalui dengan baik. Sangat baik. Walau awalnya aku pesimis, akan menjelma jasad sebelum sempat mengetuk gerbang 2013. Hahaha... Aku ini aneh, ya, Za? Ya ya ya... aku aneh, kau tahu itu. 2012 aku tutup di Margonda. Aku mengunjungi sahabatku Chevy yang akhir-akhir ini kesambet virus go blog, oh maksudku, Chevy lagi gemar sekali bercurcol ria di dunia maya. Bila kau punya waktu senggang selain memikirkan keadaanku, tengoklah lapaknya si Chevy, Za! Dia salah satu sahabat yang tahu aku luar dan dalam. Aku menyebutnya harkdisk berjalan, yang menyimpan banyak rahasia hidupku. Chevy sahabat yang baik. Dua hari di Margonda bersama Chevy dan Ruddi, tak sempat aku hitung berapa kali mereka menamparku dengan kalimat paling jahat “Berhentilah merokok, Wang! Selesaikanlah skripsimu, dr! Setelah itu terserah mau ke mana”.

Za, ini hari keenam di Januari 2013. Di malam-malam bulan pertama ini aku sering melakukan perjalanan pemikiran. Banyak hal yang aku pikirkan, Za, tentu saja tentang kau juga. Aku berteman akrab dengan Tuhan, kami sering terlibat obrolan ringan. Aku sudah lelah ‘mengemis’ pada Dia, Za. Aku jadi takut Tuhan bosan dengan segala keluhanku, tangisku, dan pengaduan-pengaduanku padaNya yang semakin mempertegas aku begitu lemah. Ah, Za, malam-malam aku habiskan bercerita ringan saja dengan Tuhan.

Dan kau tahu? Tuhan Maha Baik padaku, Za. Tentu juga pada semua mahkluk yang percaya pada Dia. Ah tunggu, aku tak menyebut Tuhan pilih kasih, kau paham maksudku, kan? Aku kini jadi takut berkata-kata. Kata-kata itu seperti pedang, Za. Hahaha. Cukup satu kali aku ditelanjangi laki-laki tua sensi itu – gegara kata-kata.

Tuhan menanggapi obrolanku dengan begitu cepat. Hari pertama Januari aku bercerita mengenai status mahasiswaku. Aku bersandar, meluruhkan seluruh energiku. Aku pasrah bercerita. Waktuku tinggal dua bulan saja, Za. Apapun yang terjadi, aku harus menyudahi permainan ini April mendatang. Bukan untuk sesiapa! Tapi untuku, untuk aku saja, Za. Bosan rasanya mengikuti keinginan orang lain. Aku ingin bebas dengan diriku sendiri. Dengan caraku sendiri...

Semacam pemberontak! Hahaha. Entahlah, Za. Aku muak dengan senyum-senyum semu, dengan pujian-pujian penjilat, dengan sapaan bokis. Aku muak dengan aturan baku yang sudah terlanjur dianggap paling benar. Aku ingin berinovasi, paling tidak untuk diriku sendiri.

Za, mulai besok, Senin besok, aku sudah tidak di toko lagi. Hahaha. Sebuah keputusan sudah aku tanda tangani, Berdikari kini aku serahkan pada Afdal, biarlah dia yang mengurus. Untuk hidupku, biar pula aku yang mengurus.

Senin besok juga TA-ku memasuki babak baru. Aku sudah membuat janji dengan dosen pembimbingku di 2 Januari, aku minta doamu, Za. Doakan semuanya berjalan lancar. Ini bukti pertama Tuhan Maha Baik padaku di awal Januari.

Kau tahu, Za. Beberapa hari ini Erlang suka mampir di Berdikari. Aku semakin salut dengan Erlang. Erlang dan aku sebelas-duabelas. Begini, Za. Kau tentu tahu bagaimana aku hidup. Erlang pun begitu. Sekarang sahabatku itu semester lima. Ternyata, Za, Erlang dan aku terpaut beberapa bulan saja. Lulus dari SMA Erlang memilih bekerja. Hahaha, aku malu, soal pekerjaan Erlang jauh berpengalaman dariku, Za. Dari cerita Erlang aku semakin pandai mengeja hidup. Juga mengeja ucapan syukur. Erlang pernah bekerja di swalayan, jadi pramuniaga, di Alfamart, hotel, dan sekarang di perusahaan yang bergerak di bidang travel, yang berkantor duapuluh meter dari tokoku. Setiap lewat beberapa menit dari pukul lima, Erlang pasti hadir di toko dengan salam khasnya. Jidatnya Erlang selalu membuat aku iri, Za. Tanda sujudnya itu... Sungguh aku iri. Ini bukti kedua Tuhan Maha Baik padaku di bulan ini.

Bicara soal pekerjaan, Erlang memberiku beberapa referensi mengenai lowongan. Aku mau bekerja apa saja, Za. Asalkan aku bisa istirahat mengurus Berdikari. Hfff, mungkin kau akan mengira aku ini aneh. Aneh sekali dengan melepaskan Berdikari, lalu mencari pekerjaan lain.

Jadi begini, Za; Kau sangat tahu aku ini lelaki genit yang paling tidak bisa duduk manis. Aku hiperaktif. Pikiran-pikiranku liar. Berdikari tidak meberikan itu padaku, Za. Lama-lama di Berdikari, otakku bisa tumpul. Aku butuh interaksi, aku serba tahu, aku kepo maksimal, aku... aku... aku menyayangimu.

Za, Tuhan itu Maha Baik. Dalam masa memilih pilah pekerjaan yang direkomendasikan Erlang, mulai dari waiter restoran cepat saji yang kebetulan Erlang punya kenalan di sana, pramuniaga di swalayan, atau staff di kantor tempat dia bekerja. Hahaha. Lagi-lagi aku jadi bimbang mau memilih yang mana. Yang mana saja, Za, aku siap!!!

Bohong, Za. Bohong sekali kalau fee tidak masuk dalam pertimbanganku. Hahaha, sama seperti dulu kau bertanya tentang motivasiku menulis cerpen. Masih ingat jawabanku, Za? Honor! Ya ya ya, honor itu terdengar seksi di telingaku, tapi yang namanya seksi tak bertahan lama. Lama-lama keriput juga begitu melihat seksi-seksi yang lain. Aku tak setia sekali dengan hobiku ya Za. Tapi tenang, denganmu aku memilih setia sebagai pekerjaan yang baik. Yakinlah...

Tapi ternyata Tuhan sudah menyiapkan pekerjaan lain untukku, Za. Kemarin seseorang menghubunginku lewat inbox Facebook. Aku masih ingat nama beliau. Aku pernah meliput acara dari sebuah komunitas yang beliau pimpin. Ya ya ya, dia menawarkanku untuk jadi kontributor di media beliau, Za. Kontributor tetap! Ah, aku girang sungguh mendapat kabar demikian. Sungguh tak mampu lagi aku suarakan ucapan terimakasihku pada Tuhan. Biarlah aku dan Tuhan saja yang tahu...




Lalu hari ini, persisnya tadi pagi. Ketika adzan Subuh menggema di Kota Serang, ponselku bergetar, sebuah BBM. Kau tahu BBM dari siapa, Za? Bukan, bukan dari dia! Antara aku dan dia sudah berakhir, Za. Kami kenal secara baik-baik, dan harus disudahi juga dengan cara yang baik pula. Ibuku yang mengajarkan seperti itu. Yang ibu tahu adalah, anak lelakinya seorang baik-baik.

Itu adalah BBM dari Om Dewan, pemilik situs berita online yang beberapa waktu lalu pernah menayangkan satu artikelku. Kau tahu apa isi BBM itu? Oh, Za. Sekali lagi aku tegaskan bahwa Tuhan Maha Baik. Aku ditawarkan untuk jadi editor di majalah dia. Hahaha, aku kembali girang tak terkira, Za. Oh ya, sore ini aku harus menemui Pak Irvan, bosku kelak. Mengambil perlengkapan untuk pekerjaan baruku. Jurnalis. Aku ingin mengulum haru ini pelan-pelan, biar habisnya lama, bahkan tak pernah habis kalau bisa.




Thanks, Za... Sudah setia mendengarkan ceracauku. Di sini hujan dari Subuh. Kau jaga kesehatan!
Baca juga:

Posting Komentar

0 Komentar