Terakhir Kali Saya Terharu

Terakhir Kali Saya Terharu

Saya itu tipe orang yang susah sekali menghayati sesakralan sebuah peristiwa. Apapun itu bawaannya selalu 'cengengesan'. Tapi jarang bukan bearti tidak pernah dong. Kalau saya tidak lupa hal-hal sakral dalam hidup saya selalu berhubungan dengan yang namanya teman. Ya teman, saya kapok dan sedikit skeptis dengan kata sahabat. Hanya orang-orang tertentu yang pantas saya labelling dengan kata itu.


Well, sebenarnya kali ini saya mau bercerita tentang sesuatu hal yang membuat saya terharu beberapa hari ini *sudah ketauan dari judul note lu, monyong!*. Terharu... *ada jedah* Saya sendiri sebenarnya tidak begitu paham dan kenal apa ciri-ciri dari perasaan yang dinamakan terharu itu? Indikator apa saja yang bisa dijadikan parameter dari sebuah keterharuan? *halah, bahasa lo, nyet! hahahha*. Eh beneran, bagi saya terharu itu punya definisi sendiri, yang mungkin berbeda dengan pengertian yang orang lain punya. Misal; dibilang pinter, terharuuuu, dibilang cakep, terharuuu *oke, memang kedua kata itu tidak pernah diucapkan seseorang kepada saya, jadi saya tidak pernah merasakan terharu yang seperti itu. hahaaha*

Mungkin haru bagi saya itu adalah ketika cerpen pertama saya mejeng di P'Mails Padang Ekspres tahun 2006 atau 2007 yang lalu *saya lupa persisnya kapan, plak!*, atau ketika Bidadari di Lampu Merah yang saya tulis semasa di Agam Cendekia dulu dimuat oleh Annida, atau juga ketika cerpen Kiara yang saya tulis buat sahabat saya Almh. Lesni Rossa dimuat oleh majalah Story tahun lalu. Ya, mungkin itulah yang namanya terharu dalam versi saya. 

Tapi dari semua contoh haru saya di atas, tidak melebihi keharuan yang saya rasakan satu hari yang lalu (Rabu, 4 Juli 2012). Sebuah achievement luar biasa yang bisa saya capai di tanggal itu. Mungkin semua orang di friendlist saya sudah tahu kalau saya gemar sekali bergalau ria; itu tergambar dari status-status dan note gaje saya. Oke, saya akui saya suka sekali galau ketika mengingat nasip saya yang satu ini, salah jurusan! Deuuuh! Barangkali ini bukan pembahasan yang menarik ya? Sudah terlalu sering saya berkeluh seoal ini. Bosen. Hahahahaa. Actually, saya tidak semenderita itu kok. Saya menikmati  kesesatan saya di jurusan teknik. Swear! Seandainya saya tidak masuk jurusan teknik industri 4 tahun yang lalu, belum tentu saya akan berada di fase ini, teknik industri mengajarkan saya untuk berpikir secara runtun, efektif, dan efisien. Saya menjadi tidak suka berleha-leha, meminimalkan yang namanya birokrasi. Saya terbiasa untuk bertindak begitu ada ide. Haseeek.

Back to the topic! 

Kemaren, saya baru saja menyelesaikan laporan kerja praktek saya di sebuah perusahaan isi ulang gas elpiji. Bukan main-main, laporan yang seharusnya kelar dalam satu semester saya justru nambah satu semester lagi *kemaruk*. Satu tahun untuk menyusun sebuah laporan kerja prakter yang notabene cuma 50 halaman! Oooooh, dan ketika laporan itu sudah terjilid rapi dan berada di tangan saya, kemaren itu. Saya menjadi ragu apakah perasaan saya waktu itu bisa dikategorikan sebagai perasaan terharu?

Saya merasakan sesuatu yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Siang itu ada kelegaan di dada saya, ada perasaan senang, puas, bangga, dan seakan tak percaya kalau jilid kuning itu merupakan pertanda kalau perjuangan saya tinggal satu langkah. Dan setelah itu, saya akan menanggalkan identitas saya sebagai mahasiswa. *sedih*

Tapi itulah yang namanya hidup. Ada awal pasti ada akhir *aduuuh, kesanya saya ini sudah mau diwisuda saja, skripsi saja belom digarap, hahahhaa*. Tapi jujur, saya merasakan kelegaaan yang membah dari dada saya, mengalir melalui napas dan diam-diam mengendap di kelopak mata saya begitu sampai di ruangan 2 x 1 yang menjadi saksi bisu saya selama mengerjakan laporan ini. 2 x 1! Saya tidak bohong, Fandi, teman saya itu adalah saksi hidup dalam hal ini. Beberapa kali dia perkunjung ke kontrakan saya yang di Bhayangkara itu, dia tahu kehidupan saya seperti apa dan bagaimana. Selayang pandang, saya ingin bercerita tentang Fandi.

Antara saya dan Fandi ada kemiripan kisah dalam hal yang namanya laporan kerja praktek. Fandi itu pintar sebenarnya, sama seperti saya, tapi belum kelihatan saja. Hahahahaa. Saya butuh 2 semester untuk mengerjakan laporan KP, sementara Fandi lebih unggul. Tidak etis kalau saya sebutkan angka pastinya di sini. Selama satu semester kemaren kami bertekat untuk move on dan melakukan perubahan besar-besaran. Saya kuat di narasi dan deskripsi semetara Fandi jago di sofware dan pengolahan angka. Saling bantu dan tolong, kadang saya yang bermalam di kost-annya Fandi di Palm Hills Cilegon, kadang Fandi yang datang ke kontrakan saya di Serang untuk mengerjakan KP. Begitulah, persamaan nasip memang menjadi alasan kuat untuk bersekutu dan menyatukan kekuatan. Tsaaaah!

Talking about kontibusi, saya tidak mau menutup mata kalau ini adalah prestasi pribadi saya. Banyak orang yang mendorong saya dari belakang, yang berkoar-koar di chat room ketika saya lengah dengan kerempongan facebook, yang menjitak saya ketika mereka bertemu saya di takol atau berpapasan di kampus, yang tidak bosan-bosannya mengirimi saya SMS semangat, dan yang ikhlas dan rela kertas dan tintanya saya habisin untuk mem-print out laporan KP saya.

Saya sangat besyukur dan bahagia tak terkira ketika Tuhan memberikan saya teman-teman yang baik seperti mereka. Ketika mereka mencela saya, menjitak saya, membentak saya; saya justru senang. Karena saya tahu begitulah cara mereka mencintai dan menyayangi saya. Saya tahu ketika saya telah lulus nanti hal-hal kecil semacam inilah yang akan sangat saya rindukan. 

Seperti Atul, salah satu teman saya yang terkadang sangat 'kurang ajar' kepada saya. Atul itu orang yang kelewat baik kepada saya. Dan kebaikan dia itu saya balas dengan kekurangajaran yang lebih wow dari kurang ajarnya dia kepada saya *ngerti gak?*. Jadi begini, Atul itu adalah kakak tingkat saya. Kebetulan beliau *jadi berasa tua banget lo ya, Tul?* pernah cuti dan jadilah dia satu kelas dengan saya di beberapa mata kuliah. Saya kenal Atul beberapa semester yang lalu di sebuah matakuliah praktikum. Kami menjadi sering berinteraksi, Atul menjadi rajin mengirimkan SMS kepada saya, "Chogaaaaah, BAB II lo yang bikin yaa!", "Woyyyy Ontaaaa, bab II udah beloom?", "Gaaah! Ke lab sekarang, mau nilai gak lo?", "Bebeeeek, bimbingan jam 2 ya! Jangan gak dateng lo, gue coret nama lo, nyahok!"

SMS-SMS seperti itulah yang satu semester ini tidak pernah lagi masuk di inbox hape saya. Atul sudah lulus dan bekerja di dinas perhubungan prov. Banten *tepuk tangan doong buat Atul* Di sini juga letak kegalauan saya sekarang-sekarang ini. Bagaimana tidak? Beberapa teman seangkatan saya sudah lulus. Saya termasuk golongan mahasiswa cupu di kampus, teman bermain saya boileh dihitung dengan jari. Intan, yang sering SMSan tentang tugas tinggal menunggu waktu wisuda Oktober ini, Sudirman fokus ke Tugas Akhir dan tidak pernah lagi ketemu di kampus. Atul yang dulu sering curcol tentang pengalamannya bekerja di perusahaan asuransi dan juga sering mentraktir saya di takol kini sudah berseragam pejabat. Silakan bayangkan betapa merananya saya ini!

Sebetulnya saya tidak semerana itu kok *plin plan lu ah!*. Beneran! Saya cukup beruntung dibandingkan teman-teman saya yang lain. Saya mendapat dosen pembimbing yang sangat baik! Dosen mana yang mau menelopon mahasiswanya untuk mengingatkan jadwal bimbingan? Dosen mana yang mau memburu mahasiswanya ke facebook untuk mengingatkan deadline laporan? Dosen mana yang hanya membimbing BAB Pengolahan Data saja dengan alasan BAB yang lainya hanya permainan kata dan beliau percaya saya sudah andal dalam hal itu. Alamaaaaak! Betapa beruntungnya saya ini. hanya saja terkadang saya terlalu memanjakan diri saya. Sudah penyakit anak muda barangkali!

Beberapa hari sebelum pengumpulan laporan saya dibuat kalang kabut dan galau luar biasa dengancost yang harus saya keluarkan untuk biaya print out dan penjilidan. Semua orang sudah tahu kalau saya kuliah tanpa dana dari orang tua *halah, emanganya lo seleb, gah?* Hahahaa. Beneran deh, saya jungkir balik memikirkan hal ini. Harga print satu lembar di kota ini Rp 500; kalikan 50 lembar, plus jilid hard cover 3 buah masing-masih Rp 25 ribu. Hellllloooow? Saya gak bisa ngitungnya, dan pastinya itu sangat mahal buat saya. Hahahahahaaa. Tapi kembali saya diberikan keajaiban olah Tuhan. Entahlah, mungkin ini juga menjadi pelengkap keharuan saya.

Ceritanya begini; beberapa waktu yang lalu saya pernah update status di facebook dengan keluhan saya dengan biaya yang harus saya keluarkan untuk ngeprint *kuliah ini mahal, sodara-sodara!* Lalu, tanpa saya minta si Atul meng-SMS saya, "Wooooy Ontaaa! Lu ngapain ngeprint di luar? ke rumah gue aja! Tinta bekas ngeprint TA gue masih banyaaak.""Serius lo?", "Iyeee, lu puas-puasin deh tuh ngeprint, kertas tuh juga masih dua tumpuk!

Aduhaaaai! Silakan bayangkan bagaimana perasaan saya waktu itu! Bukan saya memanfaatkan teman, tapi saat ini saya tidak mau menolak manfaat yang dia berikan. Saya butuh pertolongan! Hahahahahaaa. Sore harinya saya datang ke rumah Atul. Jujur sejujurnya saat itu di dalam kantol celana saya hanya ada 1 lembar uang seribu dan 1 lembar uang dua ribuan. Total Rp 3000! Jatah harian saya sudah habis buat memprint beberapa (banyak) lembar sebelum Atul mengirimkan kabar gembira kepada saya. Dan kalain tahu? Begitu selesai memprint, Atul memaksa saya untuk makan kwetieau *haduh, saya tidak tahu spellnya seperti apa* yang katanya enak banget. Alhamdulillah, saat itu saya juga sangat kelaparan sebenarnya. Hahahaa. 

Itulah terakhir kalinya saya merasakan perasaan yang namanya terharu. Akumulasi dari kebaikan-kebaikan yang saya panen dari orang lain, dari teman-teman saya, dari orang-orang yang melihat diri saya sebagai temannya yang tak luput dari salah dan dosa *kok jadi kayak lagu dangdut?* Ya, mereka melihat saya, dan memperlakukan saya sebagai Setiawan Chogah yang mereka kenal. Sebagai manusia yang sangat biasa. Tidak seperti teman-teman di facebook ini yang kadang 'latah' sok kenal saya, lalu menilai dan mendefinisikan saya dari status dan komentar-komentar saya. Saya cukup kaget dan marah dengan kejadian beberapa minggu yang lalu. Ketika ada orang yang tidak suka atau karena apa memparodikan nama keberuntungan saya dengan nama yang sangat bertolakbelakang dengan arti kata yang dia parodikan. Beberapa kali saya bilang, saya ini bukan orang yang sangat baik. Saya bukan malaikat. Saya bukan sosok yang sangat ideal. Saya masih dalam pencarian jati diri saya. Saya masih berjalan di usia 23 tahun yang secara emosi masih sangat jauh dari matang. Saya sama seperti anak muda pada umumnya, saya juga bisa senang, kecewa, sedih, dan marah. Lalu ketika komen saya yang lagi tidak mau diganggu, atau status saya yang satir dan kadang ada pihak yang merasa saya sungging, kemudian mereka marah dan meng-remove saya dari daftar pertemanan mereka. Hei, saya memang sering ceplas-ceplos, tapi saya tidak pernah sampai meremove teman-teman saya kok, mereka yang meremove saya, itu hak mereka. 

Terima kasih kepada mereka yang kenal saya seutuhnya. Yang mau berteman dengan saya. Yang ikhlas mencintai dan menyayangi saya. Terima kasih atas support dan doa kalian kepada saya. Tanpa kalian saya bukan apa-apa. Luph U all.

Bhayangkara, 6 Juli 2012. 2:21 AM 
  

Printer dan netbuk atul yang saya sandera
Akhirnya lahir juga kau, Anakku!
Tanda jadi
Rekaman proses melahirkan

Baca juga:

Posting Komentar

6 Komentar

  1. salam hangat sob!

    saya juga begitu, cepat terharu..

    BalasHapus
  2. HAhahahahahaha...Gw..GULING2.....
    asli SOB...gw ikhlas buat temen2 gw yg baik ke gw..! and gw seneng liat temen2 gw berhasil..!! pepatah bilang "buah yg di petik itu dari pohon yg di tanam". kebaikan yg kita lakukan pasti akan baik yg kita dapatkan..SO..inget gah, tetep selalu jadi baik ^_^ Cemungut-cemungut..

    BalasHapus
  3. Menyukai ini kak Chogah.. ikut terharu jadinya...

    BalasHapus

SILAKAN TINGGALKAN KOMENTAR (◠‿◠)