Taksi Goyang VS Taksi Songong part II

Dudul Note; 

episode Taksi Goyang VS Taksi Songong part II

(Baca Taksi Goyang Part 1 di sini)

Gue heran! Kok sampe hari ini berat badan gue gak nambah-nambah? Tiap kali gue bertengger di neraca pegas (wait! apa siy nama alat timbangan di posyandu itu? forget it! yang jelas otak minimalis gue cuma bisa mengingat kata neraca pegas!), angka 45 selalu nongol dengan tanpa dosa. Saat itu gue kayak kejebelos ke planet makhluk- makhluk kembar, di terror segerombolan monster yang lagi parade, terjun ke panggung sirkus aneh, dan di ke kebun bunga raksasaaa!!! *tampar!!!

Well, intinya gue berduka banget dengan kondisi badan gue yang sellau jadi trend topic kalo lagi ngumpul sama anak kompleks. Yeah! Tengkober tunjol; Tengkorak Berjalan Tulang menonjol! Sadis!!!

Sebagai seorang yang well educated, of course gue gak tinggal diam, membiarkan ruang gerak penghinaan temen-temen gue itu semakin luas. Gue pengen melakukan suatu pembaruan di ordan-organ tubuh gue (mungkin lebih tepatnya casing; gak nyambung!). Biasanya candaan-candaan yang gak berperikegantengan itu selalu menjadi buah pikiran buat gue, selalu meneror gue sebelum tidur; kenapa siy gue gak gemuk-gemuk? Kenapa coba? Ujung-ujungnya gue bakal ngelamun sampe ayam jago berkokok dan semburat terang muncul di ufuk timur (kayak lagi baca novel Sangkuriang Mencari Cinta yah?)

Dan elu tau gak seeh? Gue makin shock ketika menemukan sebuah artikel, yang dengan sangat songongnya menulis begini; Menghayal adalah kegiatan bodoh yang menghabiskan energi paling banyak! 

Waks! Dan setelah gue cerna, artikel itu ada benernya juga. Hayalan yang gue lakukan adalah semacam wujud pelarian dari apa yang gak gue dapetin di kehidupan nyata. It’s really bad. Karena hayalan itu seakan-akan menyembuhkan gue dari kekecewaan karena sesuatu yang gak gue dapetin tadi, tapi pada kenyataannya hayalan itu membawa gue semakin jauh dari kehidupan nyata. Gue masih dan makin kurus! Wat de fak! 

Well; kita kembali lagi ke topik. Setelah gue telaah, kok prolog gue gak nyambung banget sama judul curcol gue yak? Hihihiii. Biasa, Cyyn. Gue suka latah kalo udah terlalu nyaman ngungkapin kekesalan gue, dan ujug-ujug cuhat gue bias, luber kemana-mana. (Ketauan banget sering bolong mata kuliah metodologi penelitian! Wooy! Batasan masalah, woy!)

As you know, gue masih membawa pulang rasa penasaran gue tentang misteri Dancing Taxi-nya si Naminist, perempuan yang menjadi tour guide kita kalo ngegelandang di Jakarta. Otomatis, begitu sampe di Serang, gue begitu bernapsu menelanjangi lappie gue (bahasa beradapnya; mengeluarkan laptop dari softcasenya dengan terburu-buru). Hitungan detik selanjutnya, modem Smart Fren kesayangan gue sukses melakukan penetrasi pada port USB si Leppie, dan connected! 

Secepat Shinkansen made in Japan, jemari gue menari di tuts leppie. Beberapa artikel nongol, mengabarkan berita kepada gueh tentang taksi goyangi. 
  1. Penumpang taksi Palu goyang india caiya caiya. (Gue gak butuh)
  2. Tips Aman Menggunakan Taksi ala Dewi Perssik. (Ini artikel apaaan?
Pencarian gue sia-sia. Gue mulai nyerah! Tapi gue gak mau pertanyaan besar tentang taksi goyang ini semakin membuat gue berhayal, lalu gue makin kurus, lalu gue gak dapet jodoh, lalu jomblo sampe tue; ohmai mai mai! 

Gue langsung ganti key word; menjadi Dancing Taxi

  • TAXI DANCING Lyrics - JOHN MELLENCAMP (Gue bukan lagi nyari lirik lagu, lagian gue bukan penikmat music bule)
  • Nihil!
Gue nyerah. Sabodo teuinglah sama taksi goyang. Hoooaam. Gue ngantuk. Untuk selanjutnya gue terkapar laksana cewek Jepang KO dalam 2 menit. Hihihiiiiii. Brisik!

*** 

Rasa penasaran tentang taksi goyang tetap bercokol di otak gue, sampe di kampus. Once upon the time, gue lagi kumpul-kumpul sama anak-anak di Takol. Keluarlah pertanyaan tentang Taxi Goyang. Temen gue namanya Dony; Agaser gitu. Anak Gaul Serang.

"Don, taksi goyang apaan siy?" 

Si Doni mikir beberapa saat. Padahal gue tau tuh bocah gak biasa mikir. UTS aja sebelas due belas sama gue. Lirik kanan lirik kiri. (Heih! Liat dong, nomor satu gue masih kosong nih :p). 

"Ada ada dengan taksi Goyang?" doi malah balik nanya.
"Udeeh! Jawab aja!" guenya maksa.

Si Engkus yang duduk di samping Dony celingak-celinguk. Seperti paham dengan pembicaraan gue sama Dony. ENgkus ini temennya Dony, otomatis temen gue juga dong! (Info basi, To the point aja siy! | Heih! Biarin siy, biar note gue panjangan dikit!).

Si Engkus mengulusrkan tangannya, membentuk simbol-sumbol tertentu. Gue berasa kembali ke masa SD, waktu jadi anak Pramuka Siaga.

"Apaan, Nggkus? Uler meliuk-liuk?" Gue mencoba menerjemahkan bahasa isyaratnya si Engkus.

"Begoooo! Uler ngedance!" Samber si Dony.

Heuh! Gueh keki tingkat kecamatan. Tadinya pengen sebor muka doni pake segelas teh sisri di depan gue. Kayak di sinetron-sinetron gitu. 

" Taksi Prostitusi, Dudul!" si Doni kembali nyamber. Kali ini lebih open minded (gue gak ta apakah istilah ini tepat guna), terbuka, blak-blakan, dan clear! 

WHAAAT??? Gueh melongo macam kambing gak sengaja nelen biji duren (dara kambing bego). So so so..., jadi taksi goyang yang membuat gue gak bisa tidur dan kepikiran sepanjang malam itu, definisinya sehina itu? Ohmaaaaaiiii! Taksi monyeeeeeet! Wakakakakakakakakak; saat ini gue kembali penarasan, apa maksud si Nami ngajakin kita buat naik Dancing Taxi? Hanya Nami, Tuhan, dan malaikat yang tahu.
Baca juga:

Posting Komentar

4 Komentar

SILAKAN TINGGALKAN KOMENTAR (◠‿◠)