Insomnia Brengsek

Insomnia Brengsek

Minggu ini, penyakit paling brengsek saya kembali kumat. Pokoknya brengsek! Kalau saja saya diberi beberapa pilihan, dan ada seseorang (ataupun jin kayak di tipi-tipi itu) yang bisa mengabulkannya, maka saya akan mengajukan 3 permintaan. Kamu tau apa?

Pertama, saya ingin dikembalikan ke masa lalu saya, dan memperbaiki semua kebodohan-kebodohan yang pernah saya lakukan.

Kedua, saya ingin kebiasaan saya mengantuk di kelas (saat kuliah, terlebih ketika berhadapan dengan mata kuliah yang tidak saya suka)  bisa dimusnahkan. 

Ketiga, saya ingin penyakit brengsek saya bisa sembuh! insomnia! ya, mengapa saya sebut ini penyakit brengsek? 

Begini ceritanya. 
Insomnia! Saya sudah terlanjur membenci kata ini. Sebenernya siy bukan pada katanya, tapi pada apa yang saya pikirkan ketika kata itu saya sebut. Insomnia benar-benar telah merampas pribadi saya yang dulu saya kenal. Saya heran, kok sebegitu mudahnya saya berubah menjadi makhluk yang tak berdaya, bodoh, payah, dan menyedihkan? Dan itu gara-gara insomnia!

Dulu, waktu SD, SMP dan SMA di Sumatera Barat, tanah kelahiran saya, saya dengan sangat pede bisa menyebut kalau saya adalah siswa yang pintar, dan kesayangan para guru. Bukan tanpa alasan saya berani berata sesengak itu. *sengak? wakakakaka. 

Dari SD saya selalu masuk deretan 3 besar di kelas saya, bahkan dari kelas 4 sampai lulus SD saya selalu juara satu *PROUD!

Masuk SMP, alhamdulillah saya bisa mempertahankan citra saya sebagai siswa teladan. Tiga tahun selalu berada di peringkat satu dan beberapa kali juara umum. Saat itu saya merasakan kebahagiaan yang teramat sangat. Saya masih ingat, ketika itu saya kelas VIII (baca kelas 2 SMP), saya berhasil membuat mata Amak berpendar bahagia ketika kami dipanggil ke atas panggung dan disaksikan ratusan pasang mata menerima tropy juara umum saya, ketika itu juga saya pertama kali merasakan bagaimana sensasinya terkena kilatan cahaya kamera wartawan. Bah! Saat itu saya benar-benar songong.

Masuk SMA di Payakumbuh, semester pertama saya kembali bertahan di juara 2. Saya cukup berbangga hati dengan prestasi saya ini. Di saat hampir tidak ada waktu bagi saya untuk belajar di rumah (rumah paman; karena sepulang sekolah saya kerja) saya masih dipercaya untuk menempati posisi di urutan ke 2. Pun demikian ketika saya mendapat beasiswa full ke SMAN Agam Cendekia di Maninjau. Awal-awal memang saya keteteran mengikuti proses belajar yang dipaketkan di sana. Saya menjadi kewalahan di semester pertama saya di sana. Tapi hari-hari selanjutnya saya masih bisa menunjukkan siapa saya (waktu itu), saya masih dianggap, orang-orang masih kenal saya sebagai perwakilan olimpiade Biologi (walau tidak pernah menang), saya masih sering diminta untuk menjadi MC,  saya..., saya..., saya...., intinya saya masih bisa berbuat sesuatu.

Begitu menjadi mahasiswa, saya seperti kena kutukan. Entah apa yang salah pada diri saya, saya sendiri tidak pernah tahu jawabannya apa. Di kampus, saya terbiasa menjadi mahasiswa yang telalu biasa-biasa saja. Hanya beberapa dari senior yang kenal saya, pun begitu dari junior yang kebetulan kami pernah berada dalam satu organisasi. Sedangkan dosen, *ada jedah*, saya sendiri ragu. Pernah beberapa kali saya hanya bisa meneguk ludah dan memaki diri saya sendiri (monyeeeet!); saya tengah berjalan gandeng dengan teman saya yang kebetulan menjadi asisten lab. di jurusan saya. Ceritanya kami mau ke kantin, dan secara tidak sengaja berpapasan dengan seorang dosen. Dari jauh, saya sudah berniat untuk menyapa, dan kebetulan hari itu saya lagi berada di fase baik hati. Beberapa meter, saya sudah mulai memasang senyum paling manis yang saya punya, saya siap-siap mengangguk dan membungkukkan sedikit badan saya sambil berujar, "Paaak..."

Dan apa yang terjadi sodara-sodara? SAYA DIKACANGIN!!! Do'i malah menyapa teman saya yang jelas dari tadi tidak melakukan usaha apa-apa. (monyeeeeet).

Tentu saya tragedi kacang-kacangan itu bermula akibat saya tidak beken di kampus, sehingga doi tidak mengenal saya. *kamseupay!

Itu salah satu kejian pahit yang membuat saya dendam pada diri saya sendiri. Dan itu juga yang mebuat saya suka kepikiran dan ujung-unjungnya insomnia saya kambuh. Sial! 

Saya bukannya sedang berhiperbolis ria, Sodara-soadara! Ketika insomnia sudah melanda, bisa dipastikan saya akan menjadi manusia oon dalam beberapa hari, berturut-turut. 

Seperti; Saya tidak akan tidur sebelum adzan Subuh berkumandang, Saya akan tidur pulas dengan biadapnya sehabis Subuh dan tidak akan bangun sampai adzan Dhuhur ikut berkumandang. Gila!!! Dan kalian tahu berapa kerugian saya akibat insomnia?

BOLOS KULIAH, yang berdampak pada waktu kelulusan saya semakin diperpanjang. MALU, saya suka marah-marah dan mengomeli diri saya sendiri, "Mau jadi apa lo, Nyet! Jam segini baru bangun!!!", KUMUH, saya menjadi makhluk paling kumuh dan madesu, cucian saya menjadi terbengkalai, dan ujung-unjungnya saya tidak ganti pakaian. Najis!!! 

Saya sendiri suka bertanya, mengapa saya bisa terserang penyakit yang namanya insomnia ini (peduli monyet, para ahli mengategorikan insomnia sebagai penyakit atau bukan). Yang jelas, saya tidak suka insomnia, titik! Saya berpikir, selama insomnia saya tidak sembuh, selama itu juga berat badan saya tidak akan pernah naik dari 45 kg. Enyahlah insomniaaa!!! Dan kembalikan prestasi sayah. Plissss!!! 


Baca juga:

Posting Komentar

0 Komentar